Padang-Bukittinggi-Padang

gw yang masih di Padang, Sumatera Barat dalam rangka dinas kantor, berkesempatan memanfaatkan waktu luang di hari Minggu, 1 Juni 2008 untuk pergi ke Bukittinggi bersama teman-teman kantor yang menjadi satu team dinas gw. Gw, Oky, Carol dan Agam rekan dari MT ACC serta Tio dari Underwriting sudah bersiap-siap ke Bukittinggi dari malam sebelumnya dengan menyepakati keberangkatan kami ini dan disepakati untuk memakai style rekan-rekan backpackers dengan “mengeteng” angkutan umum atau travel menuju ke Bukittinggi, padahal kami sempat ditawari oleh teman kantor di Padang untuk menggunakan mobil operasional kantor namun kami menolak karena perjalanan ke Bukittinggi ini adalah diluar dinas kantor.

Minggu, 1 Juni 2008 pukul 10.00wib kita pun siap berangkat, meski molor dari rencana semula jam 8 pagi kita harus sudah berangkat, namun tidak mengurangi antusias gw dan rekan-rekan untuk bergerak. Diawali dengan mengambil uang di ATM BII dan BNI yang ada di hotel Pangeran Beach tempat kami menginap, kemudian Carol bertanya ke security hotel menanyakan alamat travel Tranex Mandiri yang memiliki rute Padang-Bukittinggi. Didapatlah jawaban bahwa kami harus naik angkot dulu sekali ke arah Minang Plaza. Kemudian kami pun menunggu angkot yang lewat depan hotel dan akhirnya datang angkot tersebut. Di perjalanan selama di angkot, rekan dari supir angkot pun bertanya kami akan kemana, lalu kami menjawab akan ke Bukittinggi. Rekan dari supir angkot tersebut memberitahu sebaiknya naik travel plat nomor hitam saja supaya lebih cepat dan tidak menunggu penumpang penuh dulu baru berangkat, mobilnya pun minibus dan biasanya bagus-bagus. Cukup membayar sedikit lebih mahal dari travel resmi namun secara waktu lebih cepat. Akhirnya kami diantar ke depan Minang Plaza tempat travel plat nomor hitam biasa mangkal.

Sesampainya di Minang Plaza kami pun ditawari tujuan ke Bukittinggi. Untuk membedakan mobil travel dengan merk Toyota Kijang dengan Kijang mobil pribadi adalah mobil travel memilik ciri-ciri adalah pintu bagasi belakang dibuka pada saat parkir. Kemudian kami menanyakan kepada uda-uda yang ada disitu berapa ongkos ke Bukittinggi dan mendapat jawaban seharga Rp. 20.000,- (ga terlalu mahal juga yaaa dibanding travel resmi yang Rp. 15.000,-). Akhirnya kami sepakat untuk memilih mobil Kijang warna merah maroon. Namun karena tidak langsung jalan karena mobil belum penuh (kami hanya berlima sedangkan mobil masih bisa memuat 2 orang lagi) akhirnya kami meminta agar mobil dapat langsung berangkat, mengingat waktu yang semakin siang, waktu itu hampir jam 11 siang, dan akan menambah ongkos 10.000 per kepala dengan syarat mobil langsung berangkat. Dan uda yang menjadi timer disitu pun setuju, akhirnya kami pun berangkat tepat jam 11.00wib dari seberang Minang Plaza.

Perjalanan yang kami tempuh melalui daerah-daerah yang sempat gw catat adalah dimulai dari kota Padang lalu menuju ke arah Bandara Minangkabau selanjutnya kami melewati daerah Batang Anai, kemudian Lubuk Alung. Memasuki wilayah Enam Lingkung kami disambut dengan hujan lokal yang gerimis saja…namun hawa masih sangat panas siang itu.

Kijang yang dikendarai si Uda melaju dengan kecepatan yang menurut gw cukup kencang. Lari dengan kecepatan sekitar 90-100 km/jam menurut gw sudah sangat kencang untuk kondisi mobil dengan berpenumpang total 6 orang. Berkali-kali kami selalu mengingatkan ke di Uda supir untuk santai saja dalam berkendara, namanya juga jalan-jalan….

Tak terasa kami pun sampai di persimpangan yang ke arah Pariaman, namun kami ambil lurus terus menuju wilayah Sicincin, disini hujan sudah tidak ada lagi, kembali hawa panas menyerang, mobil yang memang dari awal tidak dinyalakan AC nya menambah lagi kepanasan yang kami rasakan. Lewat dari Sicincin kami memasuki daerah Kayutanam dan akhirnya masuk ke lembah Gunung Singgalang, mulai disini hawa mulai sejuk dan pemandangan sudah terlihat menghijau dengan bentaran Gunung Singgalang di depan kami…jalan berkelak kelok pun kami lewati dengan nyaman…dan tibalah akhirnya kami melewati air terjun Lembah Anai, sempat terpikir berhenti dulu untuk foto-foto namun karena waktu sudah siang dan berharap tiba di Bukittinggi pas makan siang dan pas waktunya untuk sholat Dzhuhur.

Setelah melewati Lembah Anai kami pun masuk wilayah Lumpukuda, dan beberapa lama kemudian akhirnya kami memasuki kota Padang Panjang, sempat terhambat beberapa saat karena situasi kota Padang Panjang yang ramai dan banyaknya angkot yang mengetem sembarangan pas di lampu merah sehingga menambah kemacetan makin parah. Namun dengan situasi tersebut kami tetap santai saja karena memang dalam rangka jalan-jalan…dalam perjalanan beberapa rekan kami pun tertidur karena hawa sejuk yang merasuki seisi ruangan mobil kami…

Setelah melewati Padang Panjang kami memasuki daerah X Koto (bacanya apa ya Kali Koto?) Kabupaten Tanah Datar dan menemui jalan yang rusak dan berlobang serta sisa-sisa longsor beberapa hari lalu dari bukit yang masih ada di sisi kiri dan kanan jalan yang kami lalui….mobil yang kami tumpangi pun berjalan perlahan…setelahnya kami pun memasuki wilayah Sungai Landai kemudian masuk wilayah Kabupaten Agam…dan tak terasa beberapa saat lagi kami akan memasuki kota Bukittinggi…dan akhirnya tepat jam 12.45wib kami pun tiba di tengah-tengah kota Bukittinggi dengan berhenti tepat di lokasi Jam Gadang, suatu bangunan yang menjadi trademark kota Bukittinggi…

Setibanya di area Jam Gadang, kami berlima pun memanfaatkan waktu untuk bernarsis ria…dengan bermodalkan kamera digital Canon Powershot yang dibawa oleh Oky…sempat malu dan tengsin juga (bahasa apa nich?) saat kami foto-foto dengan gaya yang aneh-aneh, semua orang yang ada disitu yang notabene adalah warga lokal, memperhatikan kami sambil senyum-senyum….namun karena kami yang memang cuek, jadi sesi foto-foto terus berlangsung…tak terasa jarum kecil di Jam Gadang sudah menunjukkan di angka 2 kurang 15 menit.

Mengenai sejarah Jam Gadang, Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 pada saat penjajahan Belanda. Jam Gadang dibangun oleh Pemerintahan Belanda saat itu sebagai trademark dari kota Bukittinggi sekaligus pengontrol waktu bagi penjajah Belanda dalam menjalankan roda pemerintahannya waktu itu. Jam Gadang telah mengalami 3 kali renovasi yakni, saat masa Belanda, masa penjajahan Jepang dan saat pemerintahan Orde Lama dengan mengganti bagian atas Jam Gadang dengan atap rumah ciri khas rumah Minang, oh ya! angka-angka yang ada di Jam Gadang ini ditulis dengan angka Romawi dan yang menjadi keunikan dari Jam Gadang ini adalah untuk angka 4 pada Jam Gadang tidak ditulis dengan simbol IV namun dengan simbol IIII…hehehe aneh juga ya orang Belanda dulu….?

Tak terasa setelah foto-foto, kami berlima merasakan perut yang sudah bernyanyi…kami pun mencari tempat wisata kuliner yang recommended…dari hasil nanya-nanya via SMS ke kakak ipar gw yang emang asli dari Lawang, Bukittinggi didapatlah lokasi wisata kuliner di Bukittinggi, yakni Nasi Kapau Uni Lis yang ada di tengah-tengah Pasar Bukittinggi, kami pun memasuki pasar Bukittinggi, setelah mencari-cari dan sempat bertanya 3 kali ke pedagang disitu, akhirnya kami menemukan lokasi Nasi Kapau Uni Lis…hemmm lokasinya benar-benar ada di tengah pasar Bukittinggi…

Makan siang pun berjalan lancar dan kami yang memang sudah lapar, melahap makanan yang dihidangkan…setelah makan dan ngobrol-ngobrol, tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 15.00wib…kami pun memutuskan untuk kembali bergerak…sesuai informasi yang kami terima dari supir travel sebelumnya, bahwa ada tempat wisata disini yakni Ngarai Sianok dan Goa Jepang dan akhirnya setelah didiskusikan sesaat maka kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami untuk mengunjungi Ngarai Sianok tersebut…

Lagi-lagi dengan style backpackers, kami bertanya sana-sini mengenai lokasi Ngarai…ternyata dari beberapa orang yang kami tanyakan dijawab jawaban yang sama bahwa lokasinya tidak jauh dari Jam Gadang hanya sekitar 1 kilometer dan kalo jalan kaki sekitar 15 menit…sempat muncul pertanyaan…apakah benar 1 kilo? apa benar bisa dicapai hanya dengan jalan kaki?…karena biasanya ukuran orang setempat dengan orang Jakarta sering selisih jauh…hehehe…namun dengan keyakinan yang bulat akhirnya kami berlima pun berjalan kaki ke arah Ngarai dan memang benar apa yang dibilang, sekitar 15 menit kemudian kami pun tiba di lokasi Ngarai Sianok yang sekarang dinamakan dengan Taman Panorama – Lobang Jepang…

Kami berlima pun masuk ke Taman Panorama dengan sebelumnya kami membayar tiket masuk sebesar Rp. 4.000 perak (murah banget ya?)…di Taman Panorama kami pun kembali narsis dengan foto-foto dan mengambil background Ngarai Sianok yang tegar berdiri dengan angkuhnya dibelakang kami, oh ya Ngarai Sianok ini pernah menjadi trademark uang kertas seribuan tahun 1980-an…(ada yang masih nyimpen gak uangnya?)..

Setelah puas foto-foto kamipun turun ke lokasi Lobang Jepang…Lobang atau Goa dengan kedalaman 40 meter dibawah tanah dibangun pada saat Jepang menjajah Indonesia, Lobang ini dibuat untuk “mendidik” Romusha, sistem kerja paksa ala Jepang yang dikenakan terhadap pemuda-pemuda Indonesia waktu itu…diawali dengan menuruni tangga sepanjang 64 meter dengan jumlah 132 anak tangga, kami pun tiba di dasar Goa…hawa dingin bawah tanah yang menyelimuti cukup membuat kami kedinginan…namun lagi-lagi dengan style narsis kami, terlebih lagi si Agam yang sangat narsis, kami tetap foto-foto dan tetap menjadi banci kamera hahaaha….hawa dingin pun dapat kami lawan….

Di dalam goa, kami memasuki lorong-lorong yang ada, dari mulai ruang amunisi, ruang duduk, ruang kerja Romusha, dapur, ruang penyergapan, ruang pengintaian, penjara sampai dengan lobang mayat (hiiiii…..!!) yang digunakan untuk membuang para Romusha yang melawan setelah dipenjara dan disiksa oleh tentara Jepang…

Setelah kami mengelilingi seluruh bagian Goa Jepang, kami pun kembali ke tangga awal untuk keluar….pyyyffuuh….kami harus menaiki 132 anak tangga! … dengan rasa sedikit malas dan kecapean setelah di-tengah-tengah tangga, akhirnya kami dapat mencapai pintu dimana kami masuk tadi…sempat beristirahat sesaat, dan tepat jam 16.45 wib, kami memutuskan untuk kembali ke kota Padang…

setelah berjalan kaki dari lokasi Taman Panorama (Ngarai Sianok dan Lobang Jepang) menuju ke arah Terminal Bukittinggi, kami tetap bertanya sana sini tentang lokasi pangkalan mobil travel plat nomor hitam, didapatlah jawaban bahwa kalo mobil tersebut mangkal di depan kantor pos Bukittinggi, akhirnya, lagi-lagi kami berjalan kaki ke lokasi tersebut…dan mobil yang dimaksud pun ada, sebuah Kijang lagi dan sudah ada 3 penumpang dan akhirnya setelah ditambah kami berlima maka penuh sesaklah Kijang tersebut, setelah membayar Rp. 18.000 saja maka Kijang pun mulai bergerak ke Padang…finally kami pun pulang kembali ke Padang dan tiba kembali di Pangeran Beach Hotel tepat jam 19.30wib

alhamdulillah, pengalaman backpackers yang belum pernah dialami di bumi Sumatra ini akhirnya terlaksana…terima kasih kepada rekan-rekan :

– Oky, yang udah bawa kamera digital, ga tau dech tanpa ada kamera mungkin perjalanan ini ga ada ceritanya (ditunggu loh upload foto2nya)
– Carol alias Carolus yang ga pernah malu-malu untuk nanya sana-sini…
– Agam yang sangat narsis pas foto-foto, ga ada loe ga rame…
– Tyo, rekan dari Underwriting yang udah mau capek2 n ngikutin kegilaan kami…

*Padang-Bukittinggi-Padang, sebuah perjalanan sederhana*

Tinggalkan komentar